Selasa, 07 Februari 2012

RAMADHAN BULAN KEBERSAMAAN

Marhaban ya Ramadhan. . .
Di bulan inilah,
NAFAS kita menjadi TASBIH
TIDUR kita menjadi IBADAH
DOA-DOA kita menjadi IJABAH
PAHALA kita menjadi DILIPATGANDAKAN
Inilah kutipan SMS dari .................


seorang kawan yang saya dapat menjelang tibanya bulan Ramadhan. Karenanya, tak heran jika di bulan ini umat Islam berbondong-bondong memakmurkan masjid, menghabiskan harta yang mereka miliki untuk orang-orang yang membutuhkan, mengisi waktu dengan membaca dan memahami ayat-ayat Allah serta dzikir tiada henti, hingga tak lupa meminta belas kasih Allah dengan untaian doa-doa tak kenal waktu.
Allah Maha Besar. Selama satu bulan penuh Dia menyediakan waktu khusus agar kita bisa semakin dekat dengan-Nya. Mencurahkan segala keluh kesah dengan harapan besar bahwa Dia kan mendengar dan mengobati kegundahan hati. Melalui lisan kekasih-Nya, Dia menyampaikan pada umat Islam bahwa bulan ini adalah bulan-Nya, Bulan Allah Sang Pemilik Segala Kemuliaan. Selain itu, Dia juga menjanjikan bahwa shaum yang dikerjakan pada bulan Ramadhan akan mendapat balasan langsung dari-Nya, Dzat yang Maha Agung dan Maha Luas Kekuasaan-Nya.
Karena keistimewaan yang terkandung dalam hari-hari di bulan ini, maka ia pun mendapat banyak sebutan bagi umat Islam. Diantaranya adalah sebagai bulan penuh berkah, bulan maghfirah, bulan penuh rahmat, bulan keimanan, dan banyak lagi julukan bagi bulan ini. Namun, di bulan Ramadhan tahun ini saya ingin menambahkan satu julukan lagi baginya yakni Ramadhan sebagai bulan kebersamaan. Julukan inilah yang saya rasa paling tepat untuk mewakili pengalaman berharga yang saya dapat karena kesempatan yang Allah berikan untuk menemui bulan Ramadhan tahun ini.
Tanggal 3 Agustus 2011 bertepatan dengan hari ketiga umat Islam menjalankan ibadah puasa adalah hari pertama dimana saya merasakan anugerah Ramadhan sebagai bulan kebersamaan. Setelah kurang lebih 2 tahun tidak mengunjungi kampung halaman di kota kecil Tanjung, akhirnya di bulan berkah ini saya mendapatkan kesempatan untuk mudik bersama keluarga tercinta selama beberapa hari.
Sungguh, saya kaget melihat beberapa perubahan yang terjadi pada kota kelahiran saya. Jalanan kota Tanjung yang dulunya cukup sepi, sekarang dipenuhi dengan kendaraan hilir mudik ditambah dengan adanya traffic light serta pembatas jalan dan lampu-lampu hias. Tak hanya itu, toko-toko dan komplek perumahan pun mulai ramai dibangun. Perubahan dari kota ini semakin menunjukkan bahwa kota tercinta semakin berkembang dan tak mau kalah dengan kota-kota besar lainnya. Namun, bukan di jalanan kota ini saya menemukan berkah Ramadhan itu.
Tepat jam 6 sore, kendaraan kami berhenti di depan sebuah rumah sederhana. Pemandangan baru rumah kami cukup membuat saya takjub. Rumah dinas itu terlihat lebih indah dengan dominasi hijau yang mewarnainya. Rumah kami memang baru saja direnovasi oleh pemerintah, untungnya renovasi itu tak begitu menghilangkan sudut-sudut kenangan bersama di rumah kecil kami. Saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah sederhana ini setelah 2 tahun lamanya, kenangan-kenangan indah kembali hadir dalam benak saya. Memang, jika dibandingkan dengan rumah kami yang ada di Banjarmasin maka rumah ini hanya menjadi setengah darinya. Rumah yang tak begitu luas ini hanya memiliki beberapa ruangan yakni dua kamar berukuran kecil, satu kamar mandi, ruang tamu sekaligus ruang keluarga, dan dapur sekaligus ruang makan. Namun, bagi saya kenangan di rumah kecil ini justru jauh lebih besar dan lebih berkesan. Ukurannya yang tak begitu luas membuat kami sering berpapasan dengan sesama anggota keluarga dan menghabiskan waktu bersama di satu ruangan yang sama.
Di rumah sederhana inilah bulan Ramadhan kembali menghadirkan rasa kebersamaan yang mulai luntur di keluarga kami. Hari-hari yang dulunya dipenuhi dengan kesibukan menuntut ilmu, mencari nafkah, hingga mengejar nikmat duniawi kini sejenak dihentikan. Buka puasa pertama di dapur rumah kecil inilah kami memulai kebersamaan itu. Dalam satu meja bundar kecil kami sekeluarga berhimpitan duduk menikmati hidangan buka puasa sederhana. Memang sederhana, namun justru kesederhanaan inilah yang membuat saya terharu terutama jika mengingat saat-saat makan saya di Banjarmasin sebelum Ramadhan. Disana, tak ada waktu makan yang khusus bagi keluarga kami. Karenanya, siapa yang ingin makan maka silahkan makan dengan atau tanpa anggota keluarga lainnya. Kesibukan menghadapi rutinitas masing-masing ditambah dengan ayah yang memang harus berpisah hidup membuat saya semakin merindukan nilai-nilai kebersamaan yang pernah dirasakan di rumah ini bertahun-tahun silam.
Indahnya kebersamaan di rumah sederhana yang dibalut dengan kesucian bulan Ramadhan semakin menambah kebahagiaan dan rasa syukur saya. Makan malam dan sahur bersama, tarawih bersama, menonton tv bersama, bercanda bersama adalah sebagian kecil nikmat kebersamaan yang saya dan keluarga rasakan di bulan ini dan di rumah ini. Momen-momen kebersamaan itu terus bertambah hingga hari kesepuluh bulan Ramadhan dimana saya dan keluarga harus kembali ke Banjarmasin. Namun, saya berharap sekembalinya kami dari kota kecil ini maka kebersamaan singkat yang kami rasakan kembali akan dapat saya dan keluarga lanjutkan di tempat tinggal kami di Banjarmasin. Amiin. . .
Inilah salah satu anugerah besar yang Allah berikan kepada keluarga saya melalui hadirnya bulan Ramadhan. Mungkin, Allah ingin mengingatkan kami bahwa kesibukan mengejar dunia dan kemewahan yang ditawarkannya takkan sebanding dengan indahnya kebersamaan yang tulus bersama orang-orang yang dicintai. Semoga tulisan ini bisa menjadi pelajaran bagi keluarga kami dan bagi kita semua yang selama ini mulai kehilangan arti kebersamaan. Amiin…
Terima Kasih ya Rabb…
Ramadhan, 1432 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu komen, saran, dan kritiknya...
Syukron ^,^