Sabtu, 25 Mei 2013

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa


Siang ini, Sabtu 23 Juni 2012..
Masih tampak kesibukan di seantero penjuru rumah. Dapur yang dipenuhi dengan panci dan sekawanan alat masak lainnya. Tak hanya itu, beberapa orang anggota keluarga dan para tetangga rela datang untuk membantu kami mengolah beberapa makanan. Kesibukan itu bukanlah tanpa alasan karena besok adalah hari yang bersejarah  bagi keluarga kami. Besok adalah Walimah dari anak sulung ayah dan ibu ku. Karena hajatan ini adalah yang pertama, maka tentu menjadi momen yang  sangat dipersiapkan oleh kami sekeluarga. Untunglah, kami memiliki keluarga besar dan tetangga-tetangga sekitar yang rela mengorbankan hari mereka untuk membantu kami.
Di tengah-tengah kesibukan mempersiapkan berbagai makanan, sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah kami. Awalnya

Untukmu, Nirmala Kecil



Suara bening nan mendamaikan
Tatapan penuh sinyal ketulusan
Hembusan lembut wangi surgawi
Bocah-bocah nirmala yang malang
Adakah kehidupan untukmu sekarang?
Orang-orang jemawa berdasi
Melenggak-lenggok di panggung penindasan
Jerit tangis tak didengar, 
nelangsa si miskin diacuhkan
Hingga tak kau sadari
terenggut jiwa tanpa dosa

Wahai Yang Kasih Sayang Nya tanpa limit
Murka kah Engkau menyaksikan ini semua,
Malaikat-malaikat cilik nan suci
Tercerabut dari akar kehidupan
Oleh pemangsa nyawa tak bernurani

“Pelabuhan Terakhir Nayla”

       “Aku ingin mencintainya dalam diam, Bell!” Nayla bersikukuh dengan pendiriannya.
“Iyyaa,,, tapi kau tidak akan mendapatkannya hanya dengan berdiam diri, Nay?”
“Aku yakin Allah tau apa yang aku butuhkan. Aku ingin seperti Az-Zahra, yang mencintai Sayyidina Ali sejak remaja tapi tak seorangpun yang mampu meraba rasa itu, hingga ia sendiri yang mengungkapkan rasa itu pada Ali yang telah jadi suaminya”
“Tapi kau bukan az-Zahra, Nay!!! Kau sekarang adalah wanita berumur 30 tahun yang seharusnya sudah hidup bahagia dengan suami dan anak-anak. Tapi apa??? Sepuluh tahun telah berlalu, kau hanya diam dan menjadi pengagum rahasia Raihan. Kalian berdua sudah teramat dekat, tapi kau, juga Raihan, tak pernah sama-sama mengungkapkan rasa itu.”
“Aku yakin jika kami memang berjodoh, Allah akan mempersatukan kami, Bell?”
“Iyaa,, tapi sampai kapan???? Jika Raihan terlalu gengsi untuk menyatakan perasaannya, maka tidak ada salahnya jika kau yang memulainya, Nay. Bukankah Sayyidatina Khadijah juga melakukan itu pada Rasulullah? Kau pun tau, lima tahun yang lalu aku yang mengajak mas Alfian menikah, bukan dia.” Kali ini Bella mencoba melempar argumen. Wanita yang sedang hamil itu berusaha keras meluluhkan keteguhan pendirian sahabatnya itu.
“Sekali lagi, aku yakin Allah tau apa yang terbaik untuk hidupku.” Nayla tak bergeming dengan berbagai argumen sahabatnya itu. Ia tetap memegang teguh pendiriannya. 
“Baiklah, terserah padamu.”