Siang ini, Sabtu 23 Juni 2012..
Masih tampak kesibukan di
seantero penjuru rumah. Dapur yang dipenuhi dengan panci dan sekawanan alat
masak lainnya. Tak hanya itu, beberapa orang anggota keluarga dan para tetangga
rela datang untuk membantu kami mengolah beberapa makanan. Kesibukan itu
bukanlah tanpa alasan karena besok adalah hari yang bersejarah bagi keluarga kami. Besok adalah Walimah dari
anak sulung ayah dan ibu ku. Karena hajatan ini adalah yang pertama, maka tentu
menjadi momen yang sangat dipersiapkan
oleh kami sekeluarga. Untunglah, kami memiliki keluarga besar dan
tetangga-tetangga sekitar yang rela mengorbankan hari mereka untuk membantu
kami.
Di tengah-tengah kesibukan mempersiapkan
berbagai makanan, sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah kami. Awalnya
aku hanya mengira bahwa yang datang adalah rekan kerja ayahku dari Tanjung, karenanya aku tidak tertarik untuk melihat dan tetap melanjutkan pekerjaanku.
aku hanya mengira bahwa yang datang adalah rekan kerja ayahku dari Tanjung, karenanya aku tidak tertarik untuk melihat dan tetap melanjutkan pekerjaanku.
Namun, ibuku kemudian berkata
“Fin, lihat tuh ada ibu-ibu di SD Tanjung 8”.
Hatiku berdegup kencang. Ibu
memang pernah berkata bahwa beberapa guru SD ku akan datang pada perkawinan
kakak. Namun aku tidak menyangka bahwa beliau-beliau datang pada hari ini.
Segera aku beranjak menuju
ruang tamu. Alangkah terkejutnya ketika ku dapati beberapa orang wanita paruh
baya yang ku kenal sedang duduk dan berbincang dengan ayahku. Entah sudah
berapa tahun aku tak menemui orang-orang berjasa ini. Bukan karena kesombongan.
Tapi karena jarak yang memisahkan kami. Walaupun begitu, kenangan-kenangan
serta jasa beliau2 tak akan pernah ku lupakan.
Satu persatu wajah-wajah
teduh itu ku tatap dan ku salami. Di antara mereka ada salah seorang yang
sungguh sangat ku rindukan. Seseorang yang bagiku sangat berarti. Seseorang
yang dulu cukup ditakuti dan disegani di sekolah kami, SDN Tanjung 8. Teriakan
beliau pada kami yang ribut saat di kelas masih terngiang di telingaku.
Ungkapan kejengkelan beliau saat melihat murid laki-laki yang nakal seolah rentetan peluru yang tak berhenti. Namun di
balik itu, beliau adalah sosok yang tulus dan gigih memberikan ilmu pada kami.
Dan satu hal yang paling ku ingat dari beliau adalah ketika beliau berkata
dengan nyaring…
“Umpati ibu,
Ini Ibu Budi….. Ini ibu Ani….” “Iniii ibu Budi… Ini ibu
Ani”… teriak para murid yang tak mau kalah dengan sang komandan ilmu mereka.
Ya, beliau adalah seseorang
yang pertama kali membuat diri ini mampu baca tulis. Kemampuan yang membuatku
tumbuh dan melanjutkan perjalanan pendidikan hingga saat ini. Bagiku, beliau adalah salah satu
pahlawan sejati. Setidaknya pahlawan dalam hati dan hidupku. Sungguh bahagia
rasanya melihat beliau yang tampak tak jauh berbeda dengan puluhan tahun lalu.
Saat itu, untuk pertama
kalinya aku masuk sekolah dasar tanpa di antar oleh siapapun. Dengan lugu, aku
berjalan menuju sekolah yang tak jauh dari rumahku. Di depan kelas, beliau
sudah menanti calon anak-anak didiknya dengan senyum sumringah dan belaian
lembut yang sangat tulus. Senyum itulah yang membuatku bersemangat untuk
bersekolah hingga beliau menjadi salah satu guru yang berjasa mengantarkanku
menjadi lulusan terbaik sekolah itu.
Tangan beliau yang lembut ku
salami dengan mata yang berkaca-kaca. Hampir saja aku menumpahkan airmata keharuan ini kala beliau
berkata, “Fina, lawasnya kada tatamu.. ganal banar sudah…” Ibu masitah, sungguh
bahagia mendengar beliau menyebut namaku. Bagaimana tidak, aku hanyalah salah
seorang dari ribuan anak didik yang telah berhasil beliau ajar, Namun beliau
masih ingat padaku bahkan pada namaku,
Aku bangga pernah
menjadi murid beliau. Aku berjanji pada
diriku sendiri bahwa aku tak akan menyia-nyiakan kelelahan beliau yang tak
menyerah mengajariku hingga mampu membaca dan menulis.
Semoga Allah menganugerahkan
beliau umur yang panjang. Semoga
kebaikan serta kasih sayang yang beliau curahkan pada seluruh anak-anak didiknya menjadi bekal terindah
saat beliau menghadap-Nya. (Doa yang sama
ku panjatkan bagi seluruh guru-guru SDN Tanjung 8, ustadz dan ustadzah
PP Darul Istiqamah lil banat, guru-guru MAN 2 Model Banjarmasin, Dosen dan Staf
Pengajar Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin, dan semua guru-guru
kehidupanku…. Aamiin ya Rabb…
((Kalianlah orang-orang mulia
yang telah Allah pilihkan untuk mengajarkanku arti hidup dan kehidupan))
Note: Sebelum
pergi, ibu Masitah membisikanku sebuah kalimat “Mun kawin bahabar lah..”
Ah, ibu… engkau membuatku
tersipu kali ini, *_*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu komen, saran, dan kritiknya...
Syukron ^,^