Sabtu, 25 Mei 2013

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa


Siang ini, Sabtu 23 Juni 2012..
Masih tampak kesibukan di seantero penjuru rumah. Dapur yang dipenuhi dengan panci dan sekawanan alat masak lainnya. Tak hanya itu, beberapa orang anggota keluarga dan para tetangga rela datang untuk membantu kami mengolah beberapa makanan. Kesibukan itu bukanlah tanpa alasan karena besok adalah hari yang bersejarah  bagi keluarga kami. Besok adalah Walimah dari anak sulung ayah dan ibu ku. Karena hajatan ini adalah yang pertama, maka tentu menjadi momen yang  sangat dipersiapkan oleh kami sekeluarga. Untunglah, kami memiliki keluarga besar dan tetangga-tetangga sekitar yang rela mengorbankan hari mereka untuk membantu kami.
Di tengah-tengah kesibukan mempersiapkan berbagai makanan, sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah kami. Awalnya
aku hanya mengira bahwa yang datang adalah rekan kerja ayahku  dari Tanjung, karenanya aku tidak tertarik untuk melihat dan tetap melanjutkan pekerjaanku.
Namun, ibuku kemudian berkata “Fin, lihat tuh ada ibu-ibu di SD Tanjung 8”.
Hatiku berdegup kencang. Ibu memang pernah berkata bahwa beberapa guru SD ku akan datang pada perkawinan kakak. Namun aku tidak menyangka bahwa beliau-beliau datang pada hari ini.
Segera aku beranjak menuju ruang tamu. Alangkah terkejutnya ketika ku dapati beberapa orang wanita paruh baya yang ku kenal sedang duduk dan berbincang dengan ayahku. Entah sudah berapa tahun aku tak menemui orang-orang berjasa ini. Bukan karena kesombongan. Tapi karena jarak yang memisahkan kami. Walaupun begitu, kenangan-kenangan serta jasa beliau2 tak akan pernah ku lupakan.
Satu persatu wajah-wajah teduh itu ku tatap dan ku salami. Di antara mereka ada salah seorang yang sungguh sangat ku rindukan. Seseorang yang bagiku sangat berarti. Seseorang yang dulu cukup ditakuti dan disegani di sekolah kami, SDN Tanjung 8. Teriakan beliau pada kami yang ribut saat di kelas masih terngiang di telingaku. Ungkapan kejengkelan beliau saat melihat murid laki-laki yang nakal seolah  rentetan peluru yang tak berhenti. Namun di balik itu, beliau adalah sosok yang tulus dan gigih memberikan ilmu pada kami. Dan satu hal yang paling ku ingat dari beliau adalah ketika beliau berkata dengan nyaring…
“Umpati ibu,
Ini Ibu Budi….. Ini ibu Ani….” “Iniii ibu Budi… Ini ibu Ani”… teriak para murid yang tak mau kalah dengan sang komandan ilmu mereka.
Ya, beliau adalah seseorang yang pertama kali membuat diri ini mampu baca tulis. Kemampuan yang membuatku tumbuh dan melanjutkan perjalanan pendidikan hingga saat  ini. Bagiku, beliau adalah salah satu pahlawan sejati. Setidaknya pahlawan dalam hati dan hidupku. Sungguh bahagia rasanya melihat beliau yang tampak tak jauh berbeda dengan puluhan tahun lalu.
Saat itu, untuk pertama kalinya aku masuk sekolah dasar tanpa di antar oleh siapapun. Dengan lugu, aku berjalan menuju sekolah yang tak jauh dari rumahku. Di depan kelas, beliau sudah menanti calon anak-anak didiknya dengan senyum sumringah dan belaian lembut yang sangat tulus. Senyum itulah yang membuatku bersemangat untuk bersekolah hingga beliau menjadi salah satu guru yang berjasa mengantarkanku menjadi lulusan terbaik sekolah itu.
Tangan beliau yang lembut ku salami dengan mata yang berkaca-kaca. Hampir saja aku  menumpahkan airmata keharuan ini kala beliau berkata, “Fina, lawasnya kada tatamu.. ganal banar sudah…” Ibu masitah, sungguh bahagia mendengar beliau menyebut namaku. Bagaimana tidak, aku hanyalah salah seorang dari ribuan anak didik yang telah berhasil beliau ajar, Namun beliau masih ingat padaku bahkan pada namaku,
Aku bangga pernah menjadi  murid beliau. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tak akan menyia-nyiakan kelelahan beliau yang tak menyerah mengajariku hingga mampu membaca dan menulis.
Semoga Allah menganugerahkan beliau umur yang panjang. Semoga  kebaikan serta kasih sayang yang beliau curahkan pada seluruh  anak-anak didiknya menjadi bekal terindah saat beliau menghadap-Nya. (Doa yang sama  ku panjatkan bagi seluruh guru-guru SDN Tanjung 8, ustadz dan ustadzah PP Darul Istiqamah lil banat, guru-guru MAN 2 Model Banjarmasin, Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin, dan semua guru-guru kehidupanku…. Aamiin ya Rabb…
((Kalianlah orang-orang mulia yang telah Allah pilihkan untuk mengajarkanku arti hidup dan kehidupan))

Note:         Sebelum pergi, ibu Masitah membisikanku sebuah kalimat “Mun kawin bahabar lah..”
Ah, ibu… engkau membuatku tersipu kali ini, *_*



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu komen, saran, dan kritiknya...
Syukron ^,^