Selasa, 17 April 2012

Cinta Pada RasuLuLLah


A.    Pendahuluan
Nabi Muhammad adalah Nabi yang terakhir yang di utus oleh Allah untuk menyempurnakan risalah para Nabi terdahulu.  Beliau memiliki kepribadian yang sempurna dalam segala segi, baik sebagai suami, bapak, shahabat, guru, panglima perang maupun sebagai kepala negara, sehinga beliau menjadi uswatun hasanah bagi seluruh umat manusia.
Karena itu Allah memerintahkan kita untuk mentaati Rasulullah. Akan tetapi, kita tidak akan dapat mentaati Rasulullah jika tidak mengenal dan mencintai beliau. Bahkan dalam hadis yang akan kami paparkan dalam makalah ini Rasulullah adalah salah satu syarat bagi sempurnanhya iman seseorang.
B.    Pembahasan
1.    Hadis tentang kecintaan kepada Rasulullah adalah bagian dari Iman
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ (راوه البخاري)
Artinya:
Abu Yaman mengabarkan kepada kami, ia berkata Syuaib mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Zinad mengabarkan kepada kami dari A’raj dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Demi jiwaku yang berada dalam kekuasaan-Nya, tidak sempurna iman salah seorang diantaramu sebelum ia lebih mencintai aku (Muhammad) daripada mencintai anaknya dan ibu bapaknya.” (HR. Bukhari)


Keterangan hadis:
Maksud hadis ini adalah kenapa Rasul lebih dicintai walaupun sebenarnya mencintai semua utusan Allah adalah sebagian dari iman, akan tetapi kecintaan yang paling besar dikhususkan untuk Nabi Muhammad saw.
Kalimat “َوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِه  (Demi diriku yang berada kekuasaan-Nya) adalah ungkapan sumpah. Ungkapan ini menunjukkan diperbolehkannya bersumpah terhadap sesuatu, yang penting untuk menguatkannya.
Kalimat وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ  (dari kedua orang tua dan anaknya). Kata “kedua orang tua” disebutkan terlebih dahulu, karena setiap anak pasti mempunyai orang tua dan tidak sebaliknya, setiap orang tua mempunyai anak.
Sedangkan dalam hadis riwayat Muslim yang diriwayatkan oleh Anas, kata “anak” disebutkan terlebih dahulu, hal ini dikarenakan orang tua lebih mencintai anaknya daripada anak mencintai orang tuanya. 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ(رواه مسلم)

Artinya:
Muhammad bin Mutsanna dan Ibnu Basyar mengabarkan kepada kami, mereka berkata, Muhammad Ibnu Ja’far mengabarkan kepada kami, Syu’bah mengabarkan kepada kami, ia berkata, aku mendengar Qatadah yang dikabarkan oleh Anas bin Malik, ia berkata Rasulullah saw bersabda: “Tidak sempurna Iman seseorang diantaramu, sebelum ia lebih mencintai aku (Muhammad) daripada mencintai anaknya,ibu bapaknya dan manusia seluruhnya (pada umumnya).” (HR. Muslim)
Adapun maksud cinta disini adalah cinta yang berdasarkan kebebasan (memilih) bukan cinta dalam pengertiannya sebagai tabi’at. Sebab, لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ, ialah “Tidaklah benar-benar engkau mencintai aku, sehingga engkau mengesampingkan dirimu dalam menaatiku dan engkau mengutamakan keridhaanku atas keinginanmu, walaupun yang demikian itu membawa engkau kepada kebinasaan.”
Al-Baidhawi berkata “Yang dimaksud cinta disini ialah cinta aqli, yang artinya mengutamakan sesuatu yang dikehendaki akal sehat, walaupun berlawanan dengan hawa nafsu. Orang sakit tidak meyukai obat. Dia tidak menyukai obat dengan tabi’atnya, tetapi dia harus menyukainya menurut penetapan akal. Maka apabila manusia memperhatikan bahwa syara tidak menyuruh dan tidak melarang, selain yang menghasilkan kebaikan yang cepat, atau keberuntungan yang kelak akan diperoleh sedang akal mengehendaki supaya manusia mengerjakannya, tentulah manusia itu membiasakan dirinya mengerjakan perintah sehingga menjadilah nafsunya tunduk kepada perintah dan akalnya pun memperoleh kenikmatan, karena akal memperoleh yang sempurna dan yang lebih baik menurut keadaan yang asli.
Para ulama menerangkan, bahwa mahabbah ada tiga rupa:
a.    Mahabbah Ijlal yaitu cinta karena memuliakan, seperti cinta anak kepada orang tua.
b.    Mahabbah Syafaqah yaitu cinta karena sayang seperti cinta orang tua kepada anak.
c.    Mahabbah Mujanasah yaitu karena sejenis, seperti cinta manusia kepada sesama manusia.
Maka di dalam hadis ini, Nabi saw mengumpulkan ketiga macam mahabbah itu dalam mencintainya. Orang yang sempurna imannya, meyakini, bahwa hak Nabi saw lebih kokoh (lebih besar) daripada hak ayahnya, hak ibunya, hak anaknya, dan hak umum manusia. 
Cinta kepada Rasulullah saw haruslah benar-benar murni dari lubuk hati seorang mukmin dan senantiasa terpatri di hati. Sebab dengan cinta itulah hatinya menjadi hidup, melahirkan amal shalih dan menahan dirinya dari kejahatan dan dosa. Nabi saw bersabda: “Cintailah Allah karena nikmat yang telah dianugerahkan-Nya pada kalian, cintailah aku karena cinta Allah (padaku) dan cintailah Ahli Baitku karena cintaku.”
Imam Al-Qurthubi mengatakan “Setiap orang yang beriman kepada Nabi Muhammad saw dengan sebenar-benarnya iman, maka dirinya tidak akan pernah hampa dari rasa cinta kepadanya meskipun kecintaan mereka itu berbeda-beda. Sebagian mereka ada yang cintanya kepada Rasulullah telah mencapai tingkat yang tinggi, dan sebagian yang lain hanya mencapai tingkat yang rendah. Tetapi sebagian besar mereka jika disebut nama Rasulullah, maka hasrat mereka untuk melihatnya sangat besar, karena menurut mereka melihat beliau sangat berpengaruh terhadap diri, keluarga, anak-anak, harta dan orang tua mereka. Maka tidak jarang kita mendapatkan sebagian mereka yang mengeluarkan tenaga, harta, dan kemampuannya untuk berziarah ke makam Rasulullah dan melihat tempat-tempat sejarah beliau. 
Kesimpulan hadis ini menyatakan, bahwa seseorang tidak dipandang mukmin yang benar, melainkan sesudah dia mencintai Nabi saw lebih daripada dirinya sendiri, ayahnya, ibunya, dan manusia semuanya.
Akan tetapi mahabbah yang dikehendaki disini ialah: mahabbah imaniyah yaitu mengikuti dan menuruti orang yang dicintai itu, bukan mahabbah thabi’iah. Karena inilah , tidak dipandang Abu Thalib beriman kepada Nabi padahal dia mencintai Nabi dengan sepenuh hati sebagai seorang kemenakannya. Ringkasnya, orang yang tidak mencintai Nabi dengan cinta yang melebihi dari segala macam cintanya lenyaplah daripadanya pokok imannya, atau lenyaplah daripadanya kesempurnaan imannya. Dalil mahabbah, ialah memberikan jiwa (mengorbankan jiwa) untuk memperoleh keridhaan mahbub dan mengutamakan mahbub atas segala yang lain.
Para ulama berkata: “Tanda cinta, ialah memberikan jiwa untuk keridhaan orang yang dicintai dan mengutamakan orang yang dicintai atas segala yang disertainya.”
Manisnya iman juga akan didapatkan oleh seseorang jika ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Anas yakni:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ (رواه البخاري)
Artinya:
     Muhammad ibnu Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ayub mengabarkan kepada kami, dari Abu Qilabah, dari Anas bin Malik ra, ia berkata, Nabi SAW bersabda, “Ada 3 perkara, barang siapa yang melaksanakan ketiga-tiganya itu, niscaya ia akan mendapatkan kelezatan-kemanisan iman. Tiga perkara itu ialah: 1) orang yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi daripada cintanya kepada yang lain daripada keduanya, 2) orang yang mencintai orang lain semata-mata karena menginginkan ridha Allah, 3) orang yang benci untuk kembali kepada kekafiran, setelah Allah melepaskannya daripada belenggu kekafiran itu, sama dengan bencinya ketika ia akan dijatuhkan ke dalam neraka.” ( HR. Bukhari)
Manisnya iman ialah melaksanakan segala macam taat dengan penuh kenikmatan. Di waktu jiwa telah menjadi kuat dan dada merasa lapang untuk iman, sehingga iman itu bersatu padu dengan daging dan darahnya.
Rasa iman yang dimaksudkan disini dapat dikatakan rasa yang sesungguh-sungguhnya dan dapat pula dikatakan rasa yang maknawi. Para ulama berkata “Manisnya iman, ialah merasa nikmat mengerjakan taat dan tahan menderita kesukaran dalam mencari keridhaan Allah dan Rasul-Nya serta mengutamakannya atas harta benda dunia.”
Asal cinta ialah kecenderungan hati kepada sesuatu yang sesuai dengan keinginan yang dipandang elok rupanya, suaranya, rasanya, dan sebagainya, dan ada kala kecenderungan itu kepada pengertian-pengertian yang batin, seperti mencintai orang soleh dan para ulama. Dan terkadang-kadang cinta itu lantaran memperoleh ihsan dan terhindar dari kemudharatan.
Segala makna ini terdapat pada diri Rasul. Beliau mengumpulkan segala keindahan zahir dan batin, kesempurnaan sifat-sifat kebesaran dan sifat-sifat keutamaan. Beliau berbuat ihsan kepada seluruh umat Islam dengan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Yahya ibnu Muadz ar-Razi berkata “Hakikat cinta, ialah engkau tidak menambah lantaran mendapat pemberian dan engkau tidak mengurangi lantaran tidak mendapat pemberian.”


2.    Tanda-tanda Cinta kepada Rasul saw
Di antara tanda cinta kepada Rasulullah adalah dengan menjalankan Sunnahnya dan membela syari’atnya dengan sebenar-sebenarnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Qadhi Iyadh: “Di antara tanda mencintai Nabi saw ialah mengembangkan sunahnya dan membela syariatnya. Hal ini memberi pengertian bahwa tidaklah sempurna hakikat iman, tanpa berbuat sesuatu, dan tidaklah hasil iman kepada Nabi, melainkan dengan nyata-nyata meninggikan kedudukan Nabi di atas segala yang lain. Orang yang tidak beri’tikad seperti itu, tidaklah dipandang mukmin”. Perkataan Al-Qadhi Iyadh ini menegaskan bahwa syarat sah iman ialah mencintai Rasulullah lebih dari yang lain.
Al Qasthalany berkata: “Di antara tanda-tanda cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, ialah membantu agama Islam dengan ucapan dan perbuatan, membela syara’ yang suci dan berperangai dengan perangai-perangai Rasul, yaitu bersifat murah tangan, mengutamakan orang lain, menahan amarah, sabar, tawadhu’ dan lain-lain. Maka barang siapa bermujahadah untuk itu, dia akan merasakan manisnya iman. Barang siapa telah merasakan manisnya iman, dia akan menikmati dalam mengerjakan segala bentuk taat dan dia akan tahan menderita kesukaran dalam menjunjung agama Allah.
Adapun tanda-tanda cinta kepada Rasulullah yang lain adalah:
    Memperbanyak mengingat dan bershalawat atas Nabi saw, mengharapkan agar bisa mimpi melihat beliau. Dalam hal shalawat Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Barangsiapa bershalawat atasku sekali, niscaya Allah bershalawat atasnya sepuluh kali." (HR. Muslim)
    Mencintai orang-orang yang dicintai Nabi saw. seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Aisyah dan segenap orang-orang yang disebutkan hadits bahwa beliau mencintai mereka.

3.    Hikmah Cinta Kepada Rasulullah
Ketika Allah mewajibkan umat manusia untuk mencintai Nabi Muhammad, maka instruksi tersebut jelas bukan sebuah perintah tanpa tujuan. Karena mustahil Allah akan memerintahkan sesuatu yang sia-sia. Tetapi tujuan tersebut juga bukan sesuatu yang kepentingannya akan kembali kepada Allah atau Rasul-Nya, karena Allah Swt Mahakaya dari butuh pada sesuatu; dan Rasul-Nya juga tidak butuh pada interest tertentu. Dengan demikian mencintai Rasulullah adalah sebuah perintah yang manfaatnya semata-mata untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Di antara manfaat yang segera akan kita rasakan adalah terpautnya hati pada pribadi Muhammad saw. Apabila kita jujur dalam mencintai Muhammad, maka hati kita akan merindukan Muhammad dan kita dapat mengobati rindu itu dengan hanya menyebut-nyebut namanya. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib “Barang siapa mencintai sesuatu maka dia akan menyebut-nyebutnya.”
Apabila kita jujur dalam mencintai Muhammad saw, maka jiwa kita akan terbentuk dan tercermin pada jiwa Muhammad saw. “Bukti cinta adalah mendahulukan sang kekasih di atas selainnya,” begitu kata Imam Ja’far al-Shadiq as.
Apabila kita jujur mencintai Muhammad, maka kita akan berupaya mencari tahu segala sesuatu tentang dirinya, kehidupan pribadinya, kehidupannya dalam keluarga, dengan sesama saudara, dengan lingkungannya, dan lain sebagainya
Di antara manfaat jangka panjang dari rasa cinta kita pada Muhammad saw adalah seperti yang difirmankan oleh Allah Swt dalam surat yang kita kutip di atas; bahwa dia kelak akan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang saleh. Bahkan dalam sebuah hadis Nabi saw bersabda: “Cinta padaku dan cinta pada Ahli Baitku akan membawa manfaat di tujuh tempat yang sangat mengerikan: di saat wafat, di dalam kubur, ketika dibangkitkan, ketika pembagian buku-buku catatan amal, di saat hisab, di saat penimbangan amal-amal dan di saat penitian shirat al-mustaqim.”
C.    Penutup
Dalam uraian hadis diatas kita dapat menyimpulkan bahwa mencintai Rasulullah adalah syarat sempurnanya iman seseorang. Rasulullah merupakan “lampu” yang ditakdirkan Allah sebagai pembimbing manusia dalam beribadah kepada-Nya. Sehingga, dengan mengikuti dan meneladani sunnah-sunnah Rasulullah serta memperbanyak shalawat kepadanya akan menghantarkan kita ke arah inti cinta kepada Allah dan rasul-Nya. Dengan ungkapan lain, hanya dengan mengaktualisasikan kecintaan kepada Rasulullah yang diiringi mengikuti segala bentuk sikap dan perbuatan yang disandarkan kepada perilakunya, barulah seorang muslim dapat dikatakan mencintai Rasulullah. Karena “terminal” akhir dari rasa cinta kepada Rasulullah adanya peningkatan kualitas diri dalam pengamalan ajaran agama yang dibawanya. Karena itu, memang, benar-benar Rasulullah seorang kekasih Allah sehingga ia berani dengan lantang berkata, “Tidak sempurna iman seorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintai dari ayahnya dan anaknya dan manusia sekalian.”(HR. Bukhari).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Baari Jilid 1, Jakarta, Pustaka Azzam, cet ke-6, 2006.
Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, Mutiara Hadits Jilid 1, Semarang, Pustaka Rizki Putra, cet ke-2, 2004.
Bukhari, Hadits Shahih Bukhari, Surabaya, Gita Media Press, cet ke-1, 2009.
Bukhari, Shahih Bukari Jilid 1, Bandung, Diponegoro, tth.
http://bhell.multiply.com/reviews/item/129 diakses pada 28 Mei 2011
http://cintarasulullah.wordpress.com/2007/06/12/menghidupkan-kecintaan-kepada-rasulullah-saw/
Muslim, Shahih Muslim Jilid 1, Bandung, Diponegoro, tth.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu komen, saran, dan kritiknya...
Syukron ^,^