Selasa, 11 September 2012

Sekilas tentang Kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim

A.    RIWAYAT HIDUP IMAM AL BUKHARI
Nama lengkap beliau adalah Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn al Mugirah ibn Bardzibah al Ju’fi al Bukhari. Beliau dilahirkan pada hari Jumat 13 Syawal 194 H di Bukhara dan meninggal pada tanggal 30 Ramadhan tahun 256 H pada usia 62 tahun.


Di saat belum mencapai sepuluh tahun, Imam al Bukhari telah mulai belajar hadis. Pada usia kurang lebih 16 tahun ia telah berhasil menghafal matan sekaligus rawi dari beberapa kitab karangan ibn Mubarak dan Waqi. Saat berusia 16 tahun pula, ia menunaikan  ibadah haji dan menetap disana selama enam tahun untuk belajar hadis. Kemudian ia berkelana ke berbagai kota seperti Madinah, Khurasan, Syam, Mesir, Baghdad, Bashrah, dan lain-lain untuk berguru kepada para ahli hadis. Imam al Bukhari mendapat gelar Amir al Mu’minin fi al hadis, sehingga banyak  ulama yang belajar dan meriwayatkan hadis darinya, seperti Muslim ibn Hajjaj, al Tirmidzi, al Nasai, Ibn Khuzaimah, dan Ibn Abu  Dawud.
B.    KITAB SHAHIH AL BUKHARI
1.    Judul
Kitab Imam al Bukhari diberi judul al Jami’ al Musnad al Shahih al Mukhtasar min Umur Rasul Allah Saw wa Sunanih wa Ayyamih. Menurut Muhammad ‘Ajjaj al Khatib, yang dimaksud dengan kata al Jami’ pada judul kitab ini adalah dalam kitab tersebut termuat hadis-hadis tentang hukum, keutamaan amal, tata pergaulan, sejarah dan kabar yang akan datang. Sedangkan kata al Musnad mengandung arti bahwa Imam al Bukhari hanya memasukkan hadis-hadis yang sanadnya bersambung sampai Rasulullah, dan kata al Shahih dimaksudkan bahwa dalam kitab tersebut tidak dimasukkan hadis-hadis yang dha`if.
2.    Kriteria Kesahihan Sebuah Hadis menurut Imam al Bukhari
Berdasarkan penelitian para ulama, sebuah hadis dianggap shahih oleh Imam al Bukhari yakni bila dalam persambungan sanad benar-benar ditandai dengan pertemuan langsung antara guru dan murid atau minimalnya ditandai dengan guru dan murid pada satu masa. Dari kitab hadis tersebut juga dapat disimpulkan bahwa Imam al Bukhari hanya menuliskan hadis dari periwayatan kelompok periwayat tingkat pertama dan sedikit dari tingkat kedua yaitu yang memiliki sifat adil, kuat hafalan, teliti, jujur dan lama dalam berguru.
Jadi, dapat dipahami bahwa kriteria hadis menurut Imam al Bukhrari adalah dalam hal persambungan  sanad ia menekankan adanya informasi positif tentang periwayat  bahwa mereka benar-benar bertemu atau minimal satu zaman dan dalam hal sifat atau tingkat keilmuan periwayat ia menekankan adanya kriteria paling tinggi.
3.    Sistematika Penulisan Kitab Al Jami’ al Musnad al Shahih karya Imam al Bukhari
Dengan usaha keras, Imam al Bukhari berhasil mengumpulkan hadis-hadis shahih yang terangkum dalam kitabnya. Dia berkata, “Aku menyusun kitab Al Jami’ al Musnad al Shahih ini adalah hasil seleksi dari 600.000 buah hadis selama 16 tahun.” Seorang murid Imam al Bukhari menyatakan bahwa gurunya tersebut pernah berkata, “Aku menyusun Al Jami’ al Musnad al Shahih ini di Masjid al Haram, aku tidak memasukkan sebuah hadis pun ke dalam kitab itu sebelum aku shalat Istikharah dua rakaat setelah itu aku baru betul-betul merasa yakin bahwa hadis tersebut adalah hadis shahih.
Dari segi sistematika, kitab ini disusun dengan memakai sistematika kitab shahih dan sunan, yaitu dengan membagi menjadi beberapa judul tertentu dengan istilah kitab yang berjumlah 97 kitab. Istilah kitab dibagi lagi menjadi beberapa sub judul dengan istilah bab yang berjumlah 4550 bab, dimulai dengan bab Bad’u al Wahy kemudian disusul kitab al Iman, kitab al ‘Ilm, kitab al Wudhu dan seterusnya dengan jumlah hadis secara keseluruhan 7275 buah hadis termasuk yang terulang atau sebanyak 4000 buah hadis tanpa pengulangan. Namun, ada kitab yang tidak dibagi pada bab, adapula bab yang hanya berisi beberapa hadis maupun hanya berisi ayat-ayat Alquran, atau kosong tanpa isi.
C.    PENILAIAN TERHADAP KITAB AL JAMI’ AL MUSNAD AL SHAHIH
Sebagaimana sebuah karya, kitab ini tidak lepas dari adanya kritikan dan pujian. Adapun salah satu kritikan yang ditujukan pada kitab ini berasal dari Dar al Quthni berkenaan dengan delapan puluh periwayat dan 110 buah hadis yang tidak memenuhi standar tinggi sebagaimana hadis-hadis lain pada kitab ini. Namun, kritik ini kemudian disanggah oleh Ibn Hajar al Asqalani, karena setelah diteliti, hadis-hadis yang dianggap Dar al Quthni merupakan hadis-hadis yang muallaq bahkan munqathi’, ternyata semuanya marfu’ dan muttashil. Perlu diketahui pula, bahwa dalam kitab ini, juga terulang beberapa hadis yang sama pada bab yang berbeda. Hal ini dilakukan sesuai kebutuhan tertentu yang terdapat pada sanad dan matan hadis tersebut dan disesuaikan pula pada judul bab tertentu.
Kritik lain terhadap kitab ini berkaitan dengan hadis Aisyah mengenai kasus tersihirnya Nabi yang dilakukan oleh Labid Ibn A’sam. Kritikan ini karena hadis tentang tersihirnya Nabi akan membahayakan prinsip ‘Ismah al Nabawi dan ikut membenarkan tuduhan orang-orang kafir bahwa kita hanya mengikuti seorang yang terkena pengaruh sihir, padahal tuduhan tersebut telah didustakan Allah. Kritik tersebut antara lain dikemukakan oleh al Jassas, Jamal al Din al Qasimi, Muhammad Abduh, dan Muhammad al Ghazali.
Adapun penilaian yang bernada memuji di antaranya dikemukakan oleh:
1.    Ibn Salah
2.    Imam Nawawi
3.    Ibn Katsir
4.    Ibn al Subki
Dari kritikan dan pujian di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang mengkritik sepertinya menyoroti isi kitab ini secara lebih mendetail, sedangkan yang memuji lebih menyoroti secara umum bahwa kitab tersebut adalah sebuah hasil karya seorang yang pantas untuk dinilai demikian. Dengan demikian, sebuah kitab hadis yang dianggap bernilai tinggi pun tidak dapat lepas dari adanya kekurangan maupun kritikan

A.    BIOGRAFI IMAM MUSLIM
Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu al Husain Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi al Naisaburi. Beliau dilahirkan di Nisabur, sebuah kota kecil di Iran bagian timur laut, pada tahun 204 H/820 M.  Imam Muslim belajar hadis sejak usia kurang lebih 12 tahun (218 H/833 M). Beliau pernah berkelana ke berbagai daerah untuk mencari hadis di antaranya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan lain-lain. Beliau pernah pula belajar hadis kepada Yahya bin Yahya dan Ishaq bin Rahawaih di kota Khurasan, kepada Muhammad bin Mahran dan Abu Gasan di Roy, kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah di Irak, kepada Sa’id bin Mansur dan  Abu Mas’ab di Hijaz, kepada ‘Amr bin  Sawad, Harmalah bin Yahya dan ulama ahli hadis lainnya di Mesir. Di Baghdad pun Imam Muslim belajar pada beberapa ahli  hadis termasuk kepada Imam Bukhari yang ketika itu datang ke Baghdad. Selain nama-nama yang  disebutkan di atas, masih ada banyak lagi ahli-ahli hadis yang pernah menjadi guru Imam Muslim.
Adapun, ulama yang berguru kepada beliau di antaranya Abu Hatim al Razi, Musa bin Harun, Ahmad bin Salamah, Yahya bin  Sa’id, Abu Bakar Ibnu Khuzaimah, Abu ‘Awwanah al Isfiraini, Abu Isa al Tirmidzi, Abu Amr Ahmad bin al Siraj, dan lain-lain. Di antara semua muridnya, yang paling menonjol adalah Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, seorang ahli fikih dan zahid, yang merupakan periwayat utama dalam Shahih Muslim.
Imam Muslim adalah salah seorang muhaddis, hafiz, yang terpercaya. Beliau juga merupakan saudagar yang beruntung, ramah dan memiliki reputasi tinggi. Beliau banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama hadis maupun ulama-ulama lainnya. Al Zahabi menjulukinya sebagai Muhsin Naisabur. Beliau tidak fanatiknya dengan pendapatnya sendiri, murah senyum, toleran dan tidak gengsi untuk menerima pendapat atau kebenaran dari orang lain. Beliau telah menyusun banyak karya, di antaranya Al Jami’ al Shahih, Al Musnad al Kabir ‘ala al Rijal, Al Jami’ al Kabir, Al Asma wa al Kuna, Al ‘Ilal, Awham al Muhaddisin, dan lain-lain. Dari segi kualitas, para ulama hadis umumnya menganggap bahwa al Jami’ al Shahih merupakan karya terbaik Imam Muslim.
Imam Muslim wafat pada hari Ahad sore, dalam usia 55 tahun. Jenazahnya dimakamkan esok harinya, Senin 25 Rajab 261 H/875 M di Kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur.
B.    Setting Sosial-Politik
Imam Muslim hidup pada masa daulah Abbasiyah, khususnya masa daulah Abbasiyah II yaitu masa Khalifah al Mutawakkil (232 H/847 M). Pada masa Abbasiyah keadaan politik dan militer mengalami kemerosotan sementara ilmu pengetahuan semakin berkembang termasuk dalam bidang hadis. Namun, perkembangan ilmu hadis sedikit terganggu terutama pada masa Khalifah al Makmun hingga al Wasiq. Barulah pada masa al Mutawakkil, ulama hadis mulai mendapat angin segar karena khalifah ini memiliki kepedulian kepada al Sunnah.
Seiring dengan perkembangan hadis yang semakin pesat, ternyata pemalsuan hadis yang semakin merajalela pun tak dapat dihindari. Pada masa seperti inilah, mulai bermunculan ulama hadis yang giat belajar, mencari, dan menyeleksi hadis serta mengumpulkannya termasuk Imam Muslim.
Setidaknya ada dua alasan yang melatarbelakangi penyusunan kitab hadis oleh Imam Muslim, yakni: (1) karena pada masanya masih sangat sulit mencari referensi koleksi hadis yang memuat hadis-hadis shahih dengan kandungan yang relative komprehensif dan sistematis, dan (2) Karena pada masanya terdapat kaum Zindiq yang selalu berusaha membuat dan menyebarkan sejumlah cerita (hadis) palsu, dan mencampur adukkan antara hadis-hadis yang shahih dan yang tidak. Jadi, jika memperhatikan periodisasi sejarah dan perkembangan hadis, dapat dinyatakan bahwa kitab Shahih Muslim muncul pada periode kelima (abad ke 3 H) yaitu masa pemurnian, penyehatan, dan penyempurnaan hadis (‘asr al tajrid wa al tashih wa al tanqih).
C.    Kitab Shahih Muslim
Kitab himpunan hadis shahih karya Imam Muslim ini judul aslinya ialah al Musnad al Shahih al Mukhtashar min al Sunan bi al Naql al ‘Adl ‘an al ‘Adl ‘an Rasul Allah saw., namun lebih dikenal dengaan nama al Jami’ al Shahih atau Shahih Muslim.
Proses persiapan sekaligus penyusunan kitab ini memakan waktu 15 tahun, baik ketika beliau sedang berada di tempat tinggalnya maupun saat pergi ke berbagai daerah dengan menyeleksi ribuan hadis dari hafalan maupun catatannya. Informasi lain menyatakan bahwa kitab ini merupakan seleksi dari sekitar 300.000 hadis.
Adapun mengenai jumlah hadis pada kitab ini, terdapat pendapat yang berbeda-beda. Menurut salah seorang sahabat Imam Muslim sekaligus penulis naskah kitab ini, Ahmad bin Salamah, Shahih Muslim memuat 12.000 hadis, sementara yang lain ada yang menyatakan berjumlah 7275 hadis, 5632 hadis, 4000 hadis, dan 3033 hadis.
Secara eksplisit Dr. Ajjaj al Khatib menyatakan bahwa jumlah hadis pada kitab ini ada 3030 hadis dengan tidak termasuk hadis yang di ulang-ulang, adapun jika termasuk yang terulang maka berjumlah sekitar 10.000 hadis. Perbedaan penghitungan tersebut terjadi karena ada yang menghitung dengan hadis yang terulang-ulang dan ada pula yang tidak.
Penyebaran kitab Shahih Muslim ini pada mulanay menggunakan model diperdengarkan kepada kaum muslimin secara garis besar, penyebaran atau periwayatannya melalui dua jalur, ke arah timur melalui jalur Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, dank e arah barat melalui Abu Muhammad Ahmad bin Ali.
D.    Sistematika Shahih Muslim
Kitab Shahih Muslim ini di awali dengan muqaddimah (pendahuluan) yang sangat bernilai dan dapat dikatakan merupakan karya paling dini dalam bidang ilmu ushul al hadis. Setelah muqaddimah, beliau mengelompokkan hadis-hadis dengan tema yang sama pada satu tempat. Sebenarnya, Imam Muslim tidak membuat nama/judul kitab pada masing-masing bagiannya, namun yang membuat adalah para pengulas kitab ini pada masa berikutnya seperti Imam Nawawi dalan kitab syarah Shahih Muslim.
Kitab ini dibuat dengan sistematika seperti model kitab sunan , yaitu kitab yang berjumlah 54 kitab dengan 3450 bab yang disusun berdasarkan bab-bab fikih, karena fikih sangat dominan pada masa itu. Urutan kitab nya dimulai dari kitab imana, ibadah, muamalah, jihad, makanan dan minuman, pakaian, adab dan keutamaan-keutamaan serta diakhiri dengan kitab tafsir. Dari sistematika tersebut, terlihat bahwa Imam Muslim menggunakan beberapa hal yang agak berbeda dengan sistematika kitab sunan, yaitu ia memisahkan kitab sfat al-munafiq dari kitab al iman, kitab al ‘ilm ditempatkan pada posisi akhir, hadis-hadis tentang adab diperinci menjadi beberapa kitab. Selain kitab al adab, ada pula  kitab al salam, padahal dapat dimasukkan dalam kitab al adab juga. Ada pula kitab al birr wa al silah wa al adab.
E.    Metode Penulisan Shahih Muslim
Metode yang digunakan Imam Muslim dalam menyusun kitab ini yakni dengan menghimpun matan-matan hadis yang senada atau satu tema lengkap dengan sanadnya pada satu tempat, tidak memisahkan dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak mengulang-ulang penyebutan hadis kecuali dalam jumlah sedikit karena ada kepentingan yang mendesak yang menghendaki adanya pengulangan.
Selain itu, Imam Muslim selalu menggunakan kata-kata/ lafal-lafal dalam proses periwayatan hadis secara cermat. Jika ada perbedaan redaksi dari periwayat namun maksudnya sama, maka beliau akan menjelaskannya. Demikian pula jika ada perbedaan lafal yang diungkapkan perawi seperti حدثنا dan اخبرنا, maka beliau akan menjelaskannya.
Para ulama menyimpulkab bahwa syarat yang digunakan Imam Muslim dalam kitabnya yaitu: (1) hanya meriwayatkan hadis dari periwayat yang ‘adil dan dhabit (kuat hafalan dan daya ingatnya), dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya, serta amanah, dan (2) hanya meriwayatkan hadis-hadis yang musnad (lengkap sanadnya), muttashil (sambung-menyambung sanadnya) dan marfu’ (disandarkan kepada Nabi saw.). Beliau tidak meriwayatkan hadis yang mauquf dan mu’allaq.
Dalam syarahnya Imam Nawawi mengemukakan keterangan Imam Muslim dalam muqaddimah kitabnya mengenai syarat yang dipakai dalam kitab Shahih nya. Beliau mengategorikan hadis kepada tiga macam, yaitu:
1.    Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat yang ‘adil dan dhabit
2.    Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat yang tidak diketahui keadaannya (mastur) dan kekuatan hafalan/ingatannya sedang-sedang saja
3.    Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para periwayat yang lemah (hafalannya), dan para periwayat yang hadisnya ditinggalkan orang.
Dari ketiga kategori tersebut, apabila Imam Muslim telah selesai meriwayatkan hadis kategori pertama, beliau senantiasa menyertakan hadis kategori kedua, sedangkan hadis kategori ketiga, beliau tidak meriwayatkannya. Setelah selesai membukukan kitabnya, Imam Muslim memperlihatkan kitabnya kepada para pakar hadis terkemuka yaitu seorang huffaz Makki bin Abdan dari Naisabur. Ia berkata: “Saya mendengar Muslim berkata: “Aku perlihatkan kitabku ini kepada Abu Zur’ah al Razi. Semua hadis yang diisyaratkan al Razi ada kelemahannya, aku meninggalkannya. Dan semua hadis yang dikatakannya shahih, itulah yang kuriwayatkan. Ini menunjukkan kerendahan hatinya.
Imam Muslim pun sangat berhati-hati dalam memilih atau menyeleksi hadis. Ia senantiasa berdasar pada argumen yang jelas Beliau pernah menuturkan, “Aku tidak mencantumkan satu hadis pun ke dalam kitab ini melainkan ada alasannya. Dan aku tidak menggugurkan satu hadis pun melainkan karena ada alasannya.”
F.    Penilaian terhadap Shahih Muslim dan Nilai Hadis-hadisnya
Menurut para ulama ahli hadis, kitab ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya: (1) susunan isinya sangat tertib dan sistematis, (2) pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat teliti dan cermat, (3) seleksi dan akumulasi sanadnya sangat teliti, tidak tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang, (4) penempatan dan pengelompokan hadis-hadis ke dalam tema atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali terjadi pengulangan penyebutan hadis.
Para ulama menilai bahwa Shahih Muslim sebagaimana Shahih Bukhari merupakan dua kitab koleksi hadis yang paling shahih di antara kitab-kitab hadis lainnya. Adapun nilai hadis yang terdapat dalam kitab ini umumnya berkualitas shahih atau dinilai shahih oleh sebagian besar ulama hadis.
Para ulama hadis umumnya menilai bahwa kualitas hadis dalam kitab ini menempati posisi kedua setelah kitab Shahih al Bukhari. Hal ini karena kriteria seleksi keshahihan hadis yang dipakai oleh Imam Muslim lebhi longgar daripada yang dipakai oleh Imam  al Bukhari. Jika Imam al Bukhati mensyaratkan pertemuan antara guru dan murid bagi hadis dalam kitabnya, maka Imam Muslim dapat menerima periwayatan hadis asalkan guru dan murid tersebut pernah hidup dalam satu masa tertentu, tanpa harus pernah bertemu.
Akan tetapi, walaupun hadis-hadis dalam kitab ini  dinilai shahih, terdapat sejumlah hadis yang dikritik terutama berkaitan dengan matan atau teks hadis.
Di antara kritik dari segi matannya,misalnya hadis yang di anggap maqlub yakni hadis yang berbeda dengan hadis lain dikarenakan adanya pemindahan atau tukar menukar yang  terjadi pada redaksi katanya yaitu hadis mengenai sedekah dengan cara sembunyi-sembunyi seolah tangan yang satu tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan yang lain. Pada kitab Imam Muslim, beliau meriwayatkan dari Abu Hurairah, di mana disebutkan bahwa yang menginfakkan adalah tangan kiri. Sementara, pada shahih Bukhari terdapat hadis serupa yang berbeda redaksi kata yakni tangan yang menginfakkan adalah tangan kanan.
Menurut logika dan budaya, teks hadis yang disebutkan pada shahih Bukhari lebih tepat, karena biasanya term yamin (kanan) dipakai untuk perbuatan baik (ama salih), seperti halnya memberikan infaq.
Hadis lainnya yang dinilai dha’if dari segi matannya walaupun sanadnya dinilai shahih adalah hadis yang menceritakan tentang tiga macam permintaan Abu Sufyan. Hadis tersebut oleh sebagian ulama seperti Imam Nawawi dinilai sebagai hadis musykil (sulit dipahami).
Adapula kritik yang berkaitan dengan sanadnya. Ad Daruquthni menyatakan bahwa dalam kitab ini terdapat 132 buah hadis yang musnad dha`if, namun tidak sampai maudhu’ dan munkar. Selain itu, ada pula yang mengkritik bahwa dalam kitab ini terdapat tiga buah hadis muallaq. Namun, setelah diteliti ternyata Imam Muslim meriwayatkan hadis-hadis tersebut di tempat lain secara bersambung (muttashil) dan menyebutkan periwayat yang meriwayatkannya. Al Hafiz Abu Ali al Gassani al Jiyani dan al Rasyid al Atar juga menganggap bahwa dalam kitab ini terdapat 14 buah hadis yang dinilai munqathi’. Adapula yang menilai bahwa dalam kitab ini terdapat periwayat yang gharib dan mubham. Selain itu, Imam Muslim pun dikritik karena banyak meriwayatkan hadis dari periwayat tingkat kedua, yakni periwayat yang mutawasit dan dha’if yang tidak memenuhi kriteria shahih.
Namun kritikan-kritikan tersebut telah dijawab oleh para pakar hadis yang lain. Imam Abu Amr al Salih menjawab kritikan dari al Jiyani, dengan menyatakan bahwa “pemutusan” sanad ditempuh hanya sebagai metode agar lebih efisien. Adapun mengenai hadis dha’if, Imam Nawawi menyatakan bahwa hal tersebut hanya sebagai data penguat saja, bukan pada hadis utama. Selain itu jika dicermati ternyata hadis-hadis yang dianggap mu’allaq dan munqathi’ itu semuanya muttashil. Hadis-hadis pada Shahih Muslim yang dikritik, pada umumnya telah dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya, al Minhaj fi Syarhi Shahihi Muslim bin Hajjaj. Namun demikian, peluang untuk memberikan penilaian maupun kritik pada kitab ini masih terbuka.
G.    Kitab-Kitab Ulasan, Ringkasan dan Indeks Shahih Muslim
Terdapat sejumlah kitab ulasan (syarah) yang mengomentari kitab Shahih Muslim. Di antara kitab-kitab syarah itu adalah:
1.    Al Mua’allim bi Fawa`idi Kitabi Muslim karya Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ali al Maziri (w. 536 H/1141 M)
2.    Ikmal al Mu’allim fi Syarhi Shahih Muslim karya Imam Qadi ‘Iyad bin Musa al Yahsabi al Maliki (w. 544 H/1149 M)
3.    Al Minhaj fi Syarh Shahih Muslim bin al Hajjaj karya Imam al Hafiz Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf al Nawawi asy Syafi’i (w. 676 H/1244 M)
4.    Ikmalu Ikmal al Mu’allim karya Imam Abu Abdullah Muhammad bin Khalifah al Wasyayani al Maliki (w. 837 H/1433 M)
5.    Syarah karya Imam Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Yusuf al Sanusi al Hasani (w. 895 H/1490 M)
Sedangkan kitab-kitab ringkasan (mukhtashar) Shahih Muslim antara lain:
1.    Mukhtashar karya Syaikh Abu Abdullah Syarafuddin Muhammad bin Abdullah al Mursi (w. 656 H/1226 M)
2.    Mukhtashar karya Syaikh Imam Ahmad bin Umar bin Ibrahim al Qurthubi (w. 656 H/1226 M)
3.    Mukhtashar karya Imam Zakiyyuddin Abdul ‘Azim bin Abdul Quwwa al Munziri (w. 656 H/1226 M)
Adapun kitab-kitab indeks sebagai pedoman untuk memudahkan untuk mencari hadis dalam kitab Shahih Muslim antara lain:
1.    Miftah Shahih Muslim karya Syaikh Muhammad Syarif bin Mustafa al Tuqadi
2.    Indek karya Syaikh Muhammad Fuad ‘Abd al Baqi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu komen, saran, dan kritiknya...
Syukron ^,^